Selasa, 10 Agustus 2010

a kid and his daydream ;)

I'm a dreamer, absolutely dreamer ...
Dis is story bot a kid n his dreams..


Dari kecil, entah kenapa anak itu terbiasa bermimpi. Bermimpi ke suatu tempat, bermimpi menjadi berguna, bermimpi bisa ini-bisa itu, bahkan bermimpi mempunyai banyak teman ! yeah, i mean it.. :(
Sifat pemalunya yg akut membuatnya lebih suka bercerita melalui bahasa gambar dan tulis, dibandingkan komunikasi verbal. Itu yg membuatnya menyulam mimpi, hingga saat ini..


Beberapa yg diimpikannya terwujud, bbrp masih dalam tahap. Dan bbrp lagi, .... masih sangat diusahakan berhasil.. :)



Salah satu mimpi dari banyak mimpi itu adalah : bisa membuat komik ! :)
Inilah impian seorang anak kecil yg tak punya banyak teman, dan sehari hari hanya berteman dengan buku gambar dan spidol.. :)



.. dan inilah coretan anak kecil itu, sila ditengok :


ini konsep awal



gambar Raka Jatim dan Kakang Malang



ini sampul buku yg digambar sendiri :D


komik utk Hari Persahabatan dgn Nicko :)


Komik buat Hijrah :)



Komik buat Nofiq :D



i'am Gejeman :D




....
dan impian anak kecil itu masih terus berlanjut hingga kini..

.. diceritakan kembali oleh Mumu :) si anak kecil itu

Minggu, 08 Agustus 2010

Jangan Bangunkan Aku !!

Aku rindu Mimpi




Aku rindu bermimpi Mimpi..
Seringkali ia tak mengunjungi lelapku,
Beberapa kali tak kuijinkan ia hadir menjengukku,



Aku kecanduan Mimpi,
Bahkan ketika terjaga, inginku segera terlelap
Tiket kebahagiaan itu hanya datang ketika ku memejamkan mata



Aku memimpikan Mimpi
Mengharapkannya kembali
Menggenggam asa bersama
Erat




Aku menginginkan Mimpi
hanya jika nyatamu tak akan bisa kumiliki

>

Kamis, 05 Agustus 2010

Nek Ipah



Ada ritual kecil yang aku lakukan sejak 2 tahun terakhir. Selepas maghrib, selesai mengaji di surau dekat rumah, aku akan mengunjungi rumah Nenek Ipah. Seorang nenek renta yg pandai mendongeng, membuat teh dan mempunyai senyum hangat. Aku merasa nyaman dengan Nenek Ipah meskipun teman-temanku tak pernah mau kuajak bergabung. Ada saja alasan mereka. Terlalu malam, takut gelap, takut diomelin Mama dan lainnya. Ya sudahlah.



Seperti malam itu. Begitu selesai mengaji, agak terburu-buru aku meloncat keluar surah dan bergegas pergi.

"Ratih, ayo pulang..." seru Lala, temanku.

"Aku ke tempat Nek Ipah dulu, mampir bentar. Kalian mau gabung ??"

"Umm.. m-maaf. aku ada PR besok.

"Baiklah....hati-hati kalian"



Punggung temanku beranjak menjauh, aku segera memutar arah menuju jalan lain. Sunyi. hanya terdengar suara jangkrik dan sendau gurau pemuda kampung di Warung Kopi nun di ujung sana. Tak apalah, toh aku juga bawa Al-Qur'an, batinku menenangkan. Tak kupungkiri, akupun agak takut lewat jalan ini tapi keinginanku bertemu Nenek Ipah melebihi rasa takut itu sendiri.


Ah ! Seratus meter lagi, aku akan sampai di rumahnya. Langkah kupercepat, senyumku makin mengembang. Tas kecil berisi mukena, Al-Qur'an dan sebuah buku cerita bekas kudekap di dadaku. Tak sabar rasanya mendengarkan Nek Ipah membacakan buku cerita ini, batinku.


Tok..tok..tok..


"Siapa. ..?" suara renta itu terdengar dari balik pintu.

"Ratih, Nek.."


Pintu terbuka diiringi senyumnya yg mengembang. Gaun tidurnya yg klasik itu menyapu lantai. Ekor gaunnya melayang tertiup angin.


"Masuk, nduk. kamu sendirian ?"

"Seperti biasa, Nek. Teman-teman masih belum mau gabung. Mereka takut lewat jalan tadi. Angker katanya.."

"ohh.. Mau teh, nduk ?"

Aku mengangguk senang.

"kamu ndak takut, nduk ?"

"Ndak takut, Nek. kan mau ketemu Nenek, mau didongengin. Ratih bawa buku baru lho.."



Nenek terkekeh, tangannya meraih buku lusuhku. Mendekatkan tubuhnya ke tempat dudkku. Huummm,, baunya khas. Bau orang tua. Campuran cengkih dan melati juga sedikit tercium darinya.



Dua belas lembar buku itu selesai sudah. ku tersenyum puas. Cerita di buku itu memang sudah pernah kudengar, tapi dari mumut Nek Ipah cerita itu lebih magis. Lebih bernyawa. Dan itu yang membuatku suka.



"Sudah malam, nduk. Ayo, Nenek antar kau pulang. Nanti ibumu nyari.."

"Nggih, Nek. Sampai depan pos ronja saja, biar nanti Ratih diantersama pak satpam. Nenek kan juga perlu istirahat.."

"Iya nduk.. Ayo.."


*****



Jadwal mengaji masih sehari lagi, itu artinya aku juga harus menunggu besok untuk bisa bertemu Nek Ipah. Ah ! Kenapa tidak hari ini saja jadwal mengaji itu ? Aku tak pernah dapat ijin selain pergi ke Surau. Ibu sering marah jika aku keluyuran malam-malam, apalagi lewat jalan Beringin. Itu julukan buat jalan menuju rumah Nek IPah, karena banyak ditumbuhi pohon beringin.


"Pokoknya ndak boleh, Ratih. Nurut ibu, tho. Nanti kalau kamu digondhol Wewe gimana ?"

"wewe itu apa, bu ?"

"Wewe itu.... Wewe itu ya dedemit. Suka nyulik anak yg nakal."


Ah, ibu memang suka mengada-ada. pasti itu trik untuk menakutiku. Alasan itu memang tak masuk akal bagiku. Buatku, aku hanya ingin mendengarkan Nek Ipah bercerita. Kehangatan semacam itulah yang aku inginkan. Aku rindu nenekku sendiri yg belum pernah kutemui. Lewat Nek Ipah, aku mendapatkan penggantinya.


*****


Siang itu-selepas sekolah, aku diajak Lisa, teman satu kelasku ke rumahnya. Kucingnya baru saja melahirkan. Aku diajaknya melihat.

"ayo, Ratih.. Kau pasti suka. Mereka lucu-lucuuu..." pamernya.

"Oke. tapi sebentar aja ya. Nanti sore ada jadwal mengaji soalnya.."

"Sip. Pokoknya, liat aja dulu. Oke.."



Rumah Lisa rupanya melewati jalan Beringin juga. Menghemat 10 menit, katanya. Kalau dihitung-hitung, jarak rumah Lisa dgn rumah Nek Ipah hanya 200 meter. Tak jauh. Ah, sebelum ke rumah Lisa, ak akan ajak dia ke rumah nek Ipah. Pasti dia senang bukan kepalang aku bisa mengajak temanku bermain ke rumahnya. Hal yg belum pernah aku lakukan. senyumku kembali mengembang membayangkan hal itu.


"Lis, sebelum ke rumahmu, boleh aku minta sesuatu ?"

Lisa mengangguk. "apa ?"

"Aku kenal seorang Nenek di daerah sini. Dia tingal di jalan ini. Rumagnya, di ujung itu. maukah kau menemaniku mampir sebentar ?"

"Oh ya ? ...dimana ?" Lisa tampak ragu-ragu.

"Disana. Tujuh menit lagi sampai.." Aku tak sabar mengenalkan Lisa ke Nenek Ipah.

"Kamu yakin nenek itu tinggal di daerah sini ?" wajah Lisa tampak aneh ketika bertanya.

"Iya. Aku sudah sering kesini, kok.."

"Ratih..." Lisa memegang pundakku seperti mengajakku berhenti. "Disini ndak ada rumah penduduk. Jalan ini jalan tembusan, hanya ada pohon beringin dan ladang.."
Aku berlari. mempercepat langkahku agar segera sampai di tujuan. Rumah Nek Ipah. Akan kutunjukkan kalau ruamh Nek Ipah memang di daerah sini. Tiba-tiba mataku terbelalak. Mulutku terbuka. Tempat yang seharusnya kukenali sebagai rumah Nek Ipah ternyata raib. ukan,bukan raib dalam artian hilang. tapi rumah yang kuyakini rumah itu ternyata hanya sebuah pohon beringin tua, dan sekarang hanya tinggal pangkalnya saja. Ditebang kemarin, kata Lisa. mataku nanar menjelajah sekeliling pangkal pohon beringin itu. Kucari petunjuk. tapi tak kutemukan. hanya dedaunan kering dan sesajen lengkap sebagai pertanda pohon ini 'ada apa-apa'.


"Ini yang kau maksud rumah nenek itu..? pelan Lisa bertanya.
Aku diam. Lututku bergetar. Bayangan dua tahun lalu ketika bertemu Nek Ipah berkelebat di otakku. Memori seperti disemburkan keluar. Berebut diingat. Senyuman hangat itu, dongeng itu, bau khas itu..


Tunggu.
Aku baru saja mencium bau itu lagi. Perpaduan cengkeh dan melati.
Begitu dekat.

.....


dan seketika bulu kudukku merenggang.




dari #fiksimini :
@pramoeaga : Sejak pohon beringin di ujung jalan itu ditebang, aku tak tahu harus kemana jika ingin mengunjungi nenek.

Follow Me